PERSIDANGAN
IN ABSENSIA DALAM PERKARA KORUPSI
Persidangan in absentia merupakan penyimpangan dari proses persidangan secara
umum, sebab menurut KUHAP dalam Pasal 196 ayat (1) menyebutkan, “Pengadilan
memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini
menentukan lain”. Penyimpangan dari ketentuan ini, dalam hal apabila undang-undang memang secara tegas membolehkan
persidangan in absensia. Pertanyaannya adalah apakah KUHAP ada mengatur
tentang persidangan secara in absensia?
Persidangan secara in
absensia dalam KUHAP hanya berlaku terhadap perkara pelanggaran lalu
lintas, hal ini diatur dalam Pasal 213 KUHAP yang menyatakan, “terdakwa dapat menunjuk seorang dengan
surat untuk mewakilinya di sidang”. Selain itu, Pasal 214 ayat (1) dan
ayat (2) KUHAP menyatakan:
(1) Jika terdakwa
atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan;
(2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar
putusan segera disampaikan kepada terpidana;
Apabila mengacu pada ketentuan dalam
KUHAP, maka persidangan in absentia pada
prinsipnya tidak dapat dibenarkan,
kecuali terhadap pelanggaran lalu lintas yang memang secara tegas disebutkan
dalam KUHAP. Akan tetapi oleh Mahkamah Agung telah pula memperluas pelaksanaan
persidangan secara in absensia. Melalui
surat Edaran Mahkamah Agung No. 9
Tahun 1985 tentang Putusan yang Diucapkan di Luar Hadirnya Terdakwa “Mahkamah
Agung berpendapat bahwa perkara-perkara
yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat (baik perkara tindak pidana
ringan maupun perkara pelanggaran lalu lintas jalan) dapat diputus di luar
hadirnya terdakwa (verstek) dan Pasal 214 KUHAP berlaku bagi semua perkara
yang diperiksa dengan Acara Pemeriksaan Cepat.”.
Jadi, hukum
acara pidana tidak hanya mengakui keberadaan persidangan secara in absentia untuk perkara pelanggaran
lalu lintas jalan, melainkan berlaku juga bagi perkara tindak pidana ringan
(lihat Pasal 205 KUHAP).
Persidangan in absentia merupakan
persidangan tanpa hadirnya terdakwa, larangan terhadap persidangan in absentia adalah berangkat dari asumsi
dasar bahwa persidangan pidana harus dilaksanakan dengan memperhatikan hak-hak
asasi dari terdakwa, sehingga pelaksanaan persidangan in absentia dianggap pelanggaran terhadap hak-hak terdakwa, karena
persidangan tersebut mengakibatkan hak-hak bagi terdakwa untuk melakukan
pembelaan akan
terabaikan. Lalu apakah ada
ketentuan lain yang membolehkan dilaksanakannya peradilan in absentia.
Ada beberapa perundang-undangan di
Indonesia yang membolehkan dilaksanakannya peradilan secara in absensia. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang Tindak
Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-undang nomor 20 tahun 2001, Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009.
Dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999
sebagaimana yang telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001, dasar
hukum peradilan secara in absensia, diatur dalam Pasal 38 ayat
(1) yang menyebutkan “Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa
alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.”
Bagaimanakah pelaksanaan persidangan
secara in absensia ini? Ada dua pandangan
dikalangan penegak hukum tentang pelaksanaan peradilan secara In absensia. Pandangan pertama
berpendapat, persidangan secara in
absensia hanya bisa dilaksanakan apabila sebelumnya dalam penyidikan tersangka
telah diperiksa dan dibuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), sehingga bila
dipersidangan ternyata terdakwa tidak hadir, maka persidangan dapat dilanjutkan
dengan persidangan tanpa hadirnya terdakwa (in
absensia). Sedangkan pandangan kedua, peradilan secara in absensia dapat dilaksanakan, meskipun sejak awalnya (penyidikan)
tersangka tidak pernah hadir atau diperiksa.
Terhadap pandagan pertama, barangkali
tidak akan menimbulkan persoalan, karena baik keterangan maupun identitas
terdakwa telah tecantum sebelumnya dalam BAP. Bagaimana dengan identitas
terdakwa yang sejak awal tidak diketahui, karena pada saat penyidikan terdakwa
tidak pernah diperiksa?
Memang pengaturan tentang persidangan
secara in absensia tidak diatur
secara detail dalam undang-undang, misalnya apakah penyidikan secara in absensia juga dibenarkan? Hal ini
akan terkait erat dengan pembuatan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Sebagaimana diketahui, ketentuan dalam KUHAP yaitu Pasal 143 ayat (2) huruf a
dan b, menyatakan:
Penuntut Umum
membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
a.
Nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tangga lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b.
Uraian
secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Apabila
terdakwa sejak awal (tahap penyidikan) tidak pernah diperiksa yang pasti
identitas terdakwa tidak akan diperoleh secara lengkap, sehingga identitas
terdakwa dalam surat dakwaan tidak lengkap sebagaimana disyaratkan oleh Pasal
143 ayat (2) huruf a tersebut.
Persoalannya
adalah apakah dengan identitas yang tidak lengkap tersebut akan membawa
konsekwensi terhadap surat dakwaan? Ketentuan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP hanya
menyatakan dakwaan batal demi hukum dalam hal tidak memenuhi ketentuan dalam
ayat (2) huruf b yaitu apabila uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai
tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana
itu dilakukan tidak dipenuhi. Artinya dakwaan yang tidak diuraikan secara
cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidananya akan berdampak dakwaan batal demi hukum. Sedangkan
identitas yang tidak lengkap tidak mengakibatkan dakwaan batal demi hukum.
Maka
dapat disimpulkan, apabila dilakukan persidangan secara in absensia, maka tidak ada keharusan bahwa identitas terdakwa
harus lengkap, cukup apabila nama terdakwa saja disebutkan, karena ketidak
lengkapan identitas terdakwa tidaklah menyebabkan dakwaan batalkan demi hukum.
Bahwa
dengan uraian sebagaimana disebutkan diatas, maka peradilan in absensia dalam tindak pidana Korupsi, tidak mensyaratkan bahwa
terdakwa harus terlebih dahulu diperiksa dan dibuat BAPnya pada saat penyidikan.
Ketentuan dalam pasal 38 ayat (1) tersebut hanya mensyaratkan apabila terdakwa telah
dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang
sah,
Disamping itu, apabila penasihat hukum terdakwa
dalam persidangan secara in absensia ternyata hadir hal ini tidak
dibenarkan, dan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut harus menolak
kehadiran penasihat hukum terdakwa dalam persidangan secara in absensia.
Ketentuan ini diatur dalam surat Edaran Mahkamah Agung nomor 6 tahun 1989 tentang Penasehat Hukum atau Pengacara yang Menerima
Kuasa dari Terdakwa/Terpidana "In
Absentia". Ketidak hadiran terdakwa secara sengaja dianggap sebagai
menghambat jelannya persidangan dan pelaksanaan putusan hakim.
Terima kasih atas ilmu yang sangat bermanfaat ini.. tapi kalau boleh disertakan juga sumber-sumber agar dapat menjadi rujukan dan tentunya akan semakin memperkaya ilmu saya lagi..
BalasHapusTerima kasih
Terima kasih atas ilmu yang sangat bermanfaat ini.. tapi kalau boleh disertakan juga sumber-sumber agar dapat menjadi rujukan dan tentunya akan semakin memperkaya ilmu saya lagi..
BalasHapusTerima kasih
titanium hair dye - TITIAN ARTICLES
BalasHapusT-NETT, SIRACHA, titanium granite MEXICO AND ATHRATE - TITE TETROAST, titanium nitride gun coating ATHRATE. Color: Stainless - The original T-NETT.Color: Stainless - The original T-NETT.Color: Stainless - The original T-NETT.Color: Stainless - The original T-NETT.Color: oakley titanium sunglasses Stainless - The original T-NETT.Color: Stainless tungsten titanium - The original T-NETT.Color: Stainless - The original T-NETT. venza titanium glow