Oleh : Hendri
Edison, S.H.,M.H.[2]
I. PENDAHULUAN
Hubungan hukum dan masyarakat sangat
erat kaitannya. Hal ini dapat terlihat dari pepatah latin yang mengatakan ibi ius ibi societes, artinya dimana ada masyarakat
disitu ada hukum. Keberadaan hukum tergantung dari keberadaan masyarakat. Masyarakatlah
terlebih dahulu lahir baru hukum hadir.
Aristoteles seorah ahli filsafat
Yunani pernah mengatakan bahwa manusia itu adalah zoon poloticon, artinya bahwa manusia sebagai makhluk pada dasarnya
selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia. Sifat manusia yang
suka berkumpul dan bergaul tersebut menjadikan manusia disebut sebagai makhluk
sosial. Kehidupan untuk berkumpul tersebut merupakan sudah kodrat manusia.
Ketika Tuhan menciptakan manusia yaitu Adam,
Tuhan tidak membiarkan Adam sendirian, melainkan Tuhan telah mengambil tulang rusuk Adam untuk menciptakan
Hawa yang selanjutnya akan menjadi teman Adam. Hal ini menjadi bukti bahwa
manusia tidak bisa hidup sendiri, tapi selalu bergaul dengan manusia lainnya.
Pada jaman dahulu kehidupan
berkelompok bagi suatu masyarakat tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan
psikologis sebagai manusia, tetapi lebih dari itu adalah sebagai bentuk dari
perlindungan terhadap binatang-binatang yang senantiasa siap memangsa manusia.
Dengan hidup berkelompok maka sesama manusia akan saling melindungi.
Sejalan dengan perkembangan populasi
manusia dan semakin kompleksnya kebutuhan manusia telah melahirkan hubungan-hubungan
kemasyarakatan dalam kehidupan manusia. Hubungan-hubungan ini tentu membutuhkan
suatu keteraturan dan untuk itulah diperlukan hukum sebagai sarana mengatur
hubungan dan juga pergaulan manusia. Hukum telah dijadikan pedoman dan petunjuk
untuk menuju kehidupan manusia yang lebih bermartabat dan beradab.
Sejarah perkembangan hukum dalam
peradaban manusia telah melahirkan pemikiran-pemikiran dikalangan ahli hukum
untuk mewujudkan bentuk atau sistem hukum yang dianggap paling tepat dan sesuai
dengan masyarakat. Kehidupan masyarakat yang telah merambah kezaman modern
telah melahirkan kelompok masyarakat dengan kehidupan yang dinamis dan
kompleks, hal ini setidaknya memaksa masyarakat menggunakan hukum yang lebih
modern dalam menghadapi realita masyarakat yang ada saat ini.
Atas dasar itulah tidak menutup
kemungkinan hukum akan senantiasa terus berubah seiring dengan kemajuan yang
ada dalam masyarakat. Perkembangan dalam masyarakat telah melahirkan
perhubungan hukum yang pada masa lampau tidak dikenal. Misalnya kemajuan
dibidang tehnologi telah melahirkan hubungan manusian melalui internet yaitu
suatu bentuk hubungan tidak lagi face to
face, bahkan kita bisa berhubungan dengan orang-orang yang tidak dikenal
bentuk dan rupanya.
Pengaturan dalam masyarakat yang
kompleks itulah hukum sangat dibutuhkan. Kita tidak dapat membayangkan
seandainya dalam masyarakat yang begitu kompleks dan beragam itu tidak ada
hukum yang mengaturnya, tentu akan lahirlah kondisi yang chaos.
Hukum bisa dilihat sebagai
perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan didalam
masyarakat. Oleh karena itu ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang
tingkah laku dan oleh karena itu pula ia berupa norma dan merupakan suatu
gejala sosial yang berarti bahwa tiada masyarakat yang tidak mengenal hukum.
(Chainur Arrasjid, 1988:3).
II. PENGERTIAN HUKUM
Hukum dibuat adalah untuk dijadikan
pedoman dalam pergaulan masyarakat. Hukum itu sendiri menjadi tatanan
yang akan menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Karena adanya tatanan inilah
kehidupan menjadi tertib. (Satjipto Rahadjo, 2000:13).
Pengertian mengenai hukum yang coba
dibuat kalangan ahli ternyata tidak menghasilkan pengertian yang defenitif
diakui oleh semua kalangan. Hukum itu ternyata tidak sempit, hukum itu sangat
luas dan komplek sehingga sulit untuk membuatnya dalam suatu pengertian. Van
Apeldorn menyadari betul hal ini, sehingga permulaan dalam bukunya Pengantar
ilmu Hukum dia telah mengungkapkan bahwa pertanyaan yang paling sukar dalam
pelajaran hukum adalah apakah yang dimaksud dengan hukum itu sendiri. (Van
Apeldorn, 1985:13).
Pengertian hukum yang diciptakan oleh para ahli hukum memang tidak mampu
mencakup hakekat hukum yang sesungguhnya. Oleh karena itu pengertian hukum yang
dibuat oleh kalangan ahli hukum pada prinsipnya adalah defenisi yang didasarkan
pokok pembahasan mengenai hukum yang akan dibahasnya. Pengertian hukum yang
umum berlaku, maka hal tersebut hanyalah suatu pengertian ”a priori”,
yakni sesuatu pengertian yang tidak berasal dari pengalaman, melainkan yang
mendahului segala pengalaman, karena terkandung dalam undang-undang pikiran. (Van Apeldorn, ibid,442).
Sebagai bahan pertimbangan dibawah ini
penulis akan mencoba memberikan beberapa defenisi hukum yang dibuat oleh
beberapa ahli hukum, yang kiranya dapat menjadi acuan bagi kita mengenal hukum
lebih dekat, yaitu :
1.
Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma
berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari
kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana
harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung rekaman
dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide
ini adalah ide mengenai keadilan. (Satjipto Rahadjo,1986:20).
2.
Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk
(perintah-perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyrakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran
petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah. (E.
Utrecht, 1961”12).
Pengertian hukum sebagaimana yang
dikemukakan diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa elemen hukum itu sendiri
terdiri dari :
a.
Peraturan atau kaedah-kaedah mengenai tingkah laku
manusia dalam pergaulan antar manusia (masyakarat).
b.
Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib.
c.
Peraturan itu merupakan jalinan-jalinan nilai, merupakan
konsepsi abstrak tentang adil dan tidak adil serta apa yang dianggap baik dan
buruk.
d.
Peraturan itu bersifat memaksa.
e.
Peraturan itu mempunyai sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum juga mempunyai tujuan. Apa yang
menjadi tujuan hukum juga tidak ada keseragaman para ahli. Van Apeldorn
mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai.
(Van Apeldorn,Ibid: 22). Jadi menurut Van Apeldorn tersebut hukum bertujuan
untuk menciptakan ketertiban yang damai dalam masyarakat, bila hukum tidak
menciptakan kedamaian maka hal itu bukan lagi hukum namanya. Perdamaian
diantara manusia dipertahankan oleh hukum yaitu dengan melindungi
kepentingan-kepentingan manusia yang
tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap
yang merugikan.
Hukum juga memiliki tujuan untuk
memberikan keadilan. Antara keadilan dan hukum sesuatu yang sulit dipisahkan. Akan
tetapi hukum dan keadilan tidaklah sama. Menurut Theo Huijbers dalam bukunya
Filsafat Hukum mengungkapkan bahwa hukum itu sangat erat dengan keadilan. Sehingga
sebagian besar orang berkata bahwa hukum harus digabungkan dengan keadilan
supaya sungguh-sungguh berarti sebagai hukum. (Theo Huijbers,1995:64).
Perkembangan hukum telah melahirkan
pula pandangan-pandangan mengenai tujuan hukum itu sendiri. Untuk melihat
tujuan hukum sangat tergantung dari ajaran yang dianut. Bila hendak melihat
tujuan hukum dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu ajaran konvensional dan
ajaran modern yaitu sebagai berikut :
1.
Ajaran Konvensional
a.
Ajaran Etis
yang menganggap bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk mencapai
keadilan.
b.
Ajaran utilistis
yang menganggap bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk menciptakan
kemanfaatan.
c.
Ajaran Normatif-dogmatif
yang menganggap tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk menciptakan kepastian
hukum.
2.
Ajaran Modern
- Ajaran Prioritas
Baku, dalam ajaran ini tujuan hukum adalah mewujudkan tiga nilai
hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
- Ajaran Prioritas
Kusuistis, dalam ajaran ini tujuan hukum tidak disamaratakan dari
ketiga nilai tadi, tapi dilihat secara kasuistis, artinya bisa saja dalam
suatu kasus yang dihadapi keadilan yang diutamakan, demikian kasus
lainnya yaitu kemanfaatan dan yang lainnya diprioritaskan kepastian.
(Achmad Ali,2002:73)
Hukum dan keadilan memang sesuatu yang
tidak dipisahkan. Sehingga ada juga yang berpendapat bahwa tujuan dari hukum sebenarnya
adalah mewujudkan keadilan. Lalu apa yang dimaksud dengan keadilan itu sendiri? Sama
dengan pengertian hukum, keadilan juga sulit didefenisikan.
Menurut Aristoteles keadilan tidak
sama dengan pengertian bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama
(penyamarataan). Jadi Aristoteles telah membagi keadilan dalam dua bentuk yaitu
keadilan distributif dan keadilan komutatif.
Keadilan distributif ialah keadilan
yang memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan
jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama
banyaknya, bukan persamaan, melainkan kesebandingan. Sedangkan keadilan
komutatif merupakan keadilan yang didasarkan pada pembagian yang sama kepada
setiap orang tanpa memandang jasa-jasa perorangan.
III. PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT
Masyarakat itu merupakan kumpulan dari
beberapa individu yang membentuk suatu kelompok sosial berdasarkan kesamaan
tujuan. Adanya maasyarakat merupakan wujud dari karakter dari manusia itu yang
suka hidup bermasyarakat. Hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa manusia itu
tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhannya, dan oleh karena
itu ia memerlukan orang lain untuk saling membantu.
Hubungan-hubungan individu dalam suatu
kelompok masyarakat, jelas akan melahirkan gesekan-gesekan kepentingan. Sebab
masing-masing individu memiliki
kepentingan satu dengan lainnya tidak
sama. Maka untuk melindungi kepentingan masing-masing individu dengan individu
lainnya dan juga individu dengan masyarakat demikian pula masyarakat dengan
masyarakat lainnya diperlukan suatu kaedah. Kaedah inilah yang kelak akan
menjadi alat untuk membentuk tatanan dalam masyarakat tersebut sehingga
terciptalah ketertiban.
Ketertiban dalam masyarakat sangat
dipengaruhi dari tananan yang hidup dalam masyarakat itu. Tatanan merupakan
bagian yang mengatur kehidupan dan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur dalam
masyarakat. Tatanan dalam masyarakat itu bukan merupakan suatu konsep yang
tunggal, ia terdiri dari beberapa sub-tatanan. Maka sub-tatanan itu dapat
dibagi kedalam tiga bentuk yaitu kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
Ketiga bentuk tatanan itulah yang
sering disebut kaedah. Bahwa yang dimaksud dengan tatanan kebiasaan adalah
tatanan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali dengan kenyataan. Apa
yang biasa dilakukan orang-orang itulah
yang kemudian bisa menjelma menjadi norma kebiasaan melalui ujian keteraturan,
keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat.
(Sajitpo Rahadjo,2000:14).
Tatanan hukum merupakan pergeseran
dari tatanan kebiasaan yaitu dari
tatanan yang berpegangan pada kenyataan sehari-hari kepada tatanan yang mulai
menjauh dari pegangan yang demikian itu. Namun dalam tatanan hukum ini proses
penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Ciri yang
menonjol hukum ”murni”, yaitu yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan perlengkapan
dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan penciptaan atau
pembuatan hukum itu. (Sajipto Rahardjo, 2000:15).
Tatanan yang ketiga yaitu kesusilaan,
adalah sama dengan tatanan kebiasaan, hanya saja kedudukannya terbalik. Kalau tatanan
kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka
kesusilaan justru berpegangan kepada ideal yang masih harus diwujudkan dalam
masyarakat. Idelah yang menjadi tolok ukur tatanan bagi menilai tingkah laku
anggota masyarakat. (Satjipto Rahardjo, Ibid).
Ketertiban yang tercipta dalam
masyarakat tidak lain dikarenakan adanya tatanan tersebut. Tatanan itulah yang
mengatur gesekan-gesekan antara individu sehingga tercipta suatu jalinan atau
perhubungan yang teratur dan tetap. Peran hukum dalam masyarakat sangat
signifikan. Tanpa ada hukum dalam suatu masyarakat, masyarakat tersebut akan
mengarah kepada kehidupan yang kacau.
Terlebih didalam kehidupan masyarakat
modern dan era globalisasi ini. Hubungan-hubungan individu sudah semakin
kompleks dan ruwet, sehingg diperlukan adanya perubahan tatanan-tatanan yang
sudah ada. Sebab sudah lazim, bahwa tatanan yang ada disuatu daerah akan
berbeda dengan tatanan yang ada didaerah lain. Hubungan yang semakin kompleks
yang ditandai dengan jaringan komunikasi yang semakin luas, tidak menutup
kemungkinan terjadinya perhubungan antara masyarakat Indonesia dengan Amerika,
dan juga Afrika. Tentu perhubungan demikian memerlukan tatanan yang lebih bisa
diterima sehingga masing-masing pihak akan merasa tidak dirugikan dalam
perhubungan tersebut.
Tatanan/kaedah hukum dalam konteks
masyarakat saat ini tidak bisa dilepaskan. Perubahan-perubahan dalam tatanan
hukum akan senantiasa terjadi seiring dengan perkembangan masyarakat.
IV. KESIMPULAN
1.
Pengertian mengenai hukum itu sendiri, dikalangan ahli
hukum tidak ada keseragaman pendapat. Hal ini dapat dimaklumi, karena hukum itu
sendiri sangat luas dan kompleks, sehingga tidak dimungkinkan untuk dibuat
dalam suatu pengertian singkat yang mampu menginklud
semua bidang-bidang hukum yang ada. Akan tetapi yang penting untuk diketahui
bahwa hukum itu memiliki suatu ciri/karakter yaitu pertama suatu aturan yang
mengatur hubungan-hubungan antara individu dengan yang lainnya, dan kedua kaedah
itu memiliki sanksi dan bersifat memaksa.
2.
Bahwa didalam masyarakat keberadaan suatu kaedah sangat
diperlukan. Bila masyarakat tanpa kaedah maka masyarakat itu akan menjadi
kacau. Dalam masyarakat itu ada tiga bentuk tatanan yaitu kebiasaan, hukum dan
kesusilaan. Ketiga bentuk tatanan inilah yang mengakibatkan dalam suatu
masyarakat tercipta jalinan perhubungan yang teratur dan tetap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar