Tindak Pidana Korupsi yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3, dan terhadap pelanggaran ketentuan tersebut oleh Pasal 18 UU tersebut terpidana dapat dikenakan pembayaran pidana uang pengganti. Masalahnya adalah pembayaran pidana uang pengganti oleh terpidana sering tidak terlaksana. Ada pandangan keliru seolah-olah dengan dilaksanakan pidana tambahan oleh terpidana dengan sendirinya pembayaran pidana uang pengganti oleh terpidana menjadi hapus. Paradigma ini adalah keliru, karena pidana uang pengganti akan tetap menjadi hutang terpidana kepada negara sepanjang belum ada pembayaran. Oleh karena itu Penuntut Umum selaku eksekutor putusan wajib mengejar kekayaan terpidana guna pelaksanaan pidana uang pengganti tersebut.
Mengapa sulit terlaksana pembayaran pidana uang pengganti oleh terpidana, dan
mengapa pula Penuntut Umum kerapkali gagal melakukan pembayaran pidana uang
pengganti (asset recovery), buku ini mencoba membahasnya. Penulis mulai
melihat dari sudut pandang faktor-faktor apa saja yang menghambat sulit
terlaksananya pembayaran pidana uang pengganti, disamping itu mencoba
melakukan suatu terobosan baru terhadap hukum, yaitu memasukan konsep hukum
perdata kedalam ranah hukum pidana.
Konsep
yang ditawarkan dalam buku ini adalah konsep sita jaminan (conservatoir beslag). Penerapan
konsep sita jaminan dapat dilakukan sejak penyidikan. Tujuannya tidak
lain supaya penjatuhan pidana uang pengganti tidak menjadi sia-sia, karena
kerap kali terpidana tidak mau membayar, harta yang dijadikan sita jaminan
langsung dapat segera dieksekusi untuk menutupi kerugian Negara yang
ditimbulkan oleh perbuatan terdakwa tersebut. Melalui penerapan konsep sita
jaminan tersebut diharapkan tunggakan pidana uang pengganti yang tidak
dibayarkan oleh terpidana setidaknya dapat dieleminir.
Penelitian penulis terhadap kendala-kendala yang dihadapai dalam implementasi
pidana uang pengganti dalam praktek coba dibahas, penulis akan melihat dari
aspek yang mempengaruhi pelaksanaan pidana uang penggati, baik dari aspek
substansi (undang-undang), aspek aparatur penegak hukum maupun aspek kesadaran
hukum masyarakat (terpidana).
Akan dibahas pula aspek pelaksanaan sita jaminan yang dikenal dalam konsep hukum perdata kedalam hukum pidana. Langkah-langkah apa yang perlu dan bagaimana pelaksanaanya dengan cara memadu konsep sita yang dikenal dalam hukum acara pidana dan konsep sita yang dikenal dalam hukum acara perdata.