Senin, 09 Juli 2012

Hukum

HUKUM DAN MASYARAKAT[1]
Oleh : Hendri Edison, S.H.,M.H.[2]

I.      PENDAHULUAN
         Hubungan hukum dan masyarakat sangat erat kaitannya. Hal ini dapat terlihat dari pepatah latin yang mengatakan ibi ius ibi  societes, artinya dimana ada masyarakat disitu ada hukum. Keberadaan hukum tergantung dari keberadaan masyarakat. Masyarakatlah terlebih dahulu lahir baru hukum hadir.
         Aristoteles seorah ahli filsafat Yunani pernah mengatakan bahwa manusia itu adalah zoon poloticon, artinya bahwa manusia sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia. Sifat manusia yang suka berkumpul dan bergaul tersebut menjadikan manusia disebut sebagai makhluk sosial. Kehidupan untuk berkumpul tersebut merupakan sudah kodrat manusia.
         Ketika Tuhan menciptakan manusia yaitu Adam, Tuhan tidak membiarkan Adam sendirian, melainkan Tuhan telah  mengambil tulang rusuk Adam untuk menciptakan Hawa yang selanjutnya akan menjadi teman Adam. Hal ini menjadi bukti bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, tapi selalu bergaul dengan manusia lainnya.
         Pada jaman dahulu kehidupan berkelompok bagi suatu masyarakat tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan psikologis sebagai manusia, tetapi lebih dari itu adalah sebagai bentuk dari perlindungan terhadap binatang-binatang yang senantiasa siap memangsa manusia. Dengan hidup berkelompok maka sesama manusia akan saling melindungi.
         Sejalan dengan perkembangan populasi manusia dan semakin kompleksnya kebutuhan manusia telah melahirkan hubungan-hubungan kemasyarakatan dalam kehidupan manusia. Hubungan-hubungan ini tentu membutuhkan suatu keteraturan dan untuk itulah diperlukan hukum sebagai sarana mengatur hubungan dan juga pergaulan manusia. Hukum telah dijadikan pedoman dan petunjuk untuk menuju kehidupan manusia yang lebih bermartabat dan beradab.
         Sejarah perkembangan hukum dalam peradaban manusia telah melahirkan pemikiran-pemikiran dikalangan ahli hukum untuk mewujudkan bentuk atau sistem hukum yang dianggap paling tepat dan sesuai dengan masyarakat. Kehidupan masyarakat yang telah merambah kezaman modern telah melahirkan kelompok masyarakat dengan kehidupan yang dinamis dan kompleks, hal ini setidaknya memaksa masyarakat menggunakan hukum yang lebih modern dalam menghadapi realita masyarakat yang ada saat ini.
         Atas dasar itulah tidak menutup kemungkinan hukum akan senantiasa terus berubah seiring dengan kemajuan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan dalam masyarakat telah melahirkan perhubungan hukum yang pada masa lampau tidak dikenal. Misalnya kemajuan dibidang tehnologi telah melahirkan hubungan manusian melalui internet yaitu suatu bentuk hubungan tidak lagi face to face, bahkan kita bisa berhubungan dengan orang-orang yang tidak dikenal bentuk dan rupanya.
         Pengaturan dalam masyarakat yang kompleks itulah hukum sangat dibutuhkan. Kita tidak dapat membayangkan seandainya dalam masyarakat yang begitu kompleks dan beragam itu tidak ada hukum yang mengaturnya, tentu akan lahirlah kondisi yang chaos.
         Hukum bisa dilihat sebagai perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan didalam masyarakat. Oleh karena itu ia bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan oleh karena itu pula ia berupa norma dan merupakan suatu gejala sosial yang berarti bahwa tiada masyarakat yang tidak mengenal hukum. (Chainur Arrasjid, 1988:3).
          
II.    PENGERTIAN HUKUM
         Hukum dibuat adalah untuk dijadikan pedoman dalam pergaulan masyarakat. Hukum itu sendiri menjadi tatanan yang akan menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Karena adanya tatanan inilah kehidupan menjadi tertib. (Satjipto Rahadjo, 2000:13).
         Pengertian mengenai hukum yang coba dibuat kalangan ahli ternyata tidak menghasilkan pengertian yang defenitif diakui oleh semua kalangan. Hukum itu ternyata tidak sempit, hukum itu sangat luas dan komplek sehingga sulit untuk membuatnya dalam suatu pengertian. Van Apeldorn menyadari betul hal ini, sehingga permulaan dalam bukunya Pengantar ilmu Hukum dia telah mengungkapkan bahwa pertanyaan yang paling sukar dalam pelajaran hukum adalah apakah yang dimaksud dengan hukum itu sendiri. (Van Apeldorn, 1985:13).
         Pengertian hukum yang diciptakan  oleh para ahli hukum memang tidak mampu mencakup hakekat hukum yang sesungguhnya. Oleh karena itu pengertian hukum yang dibuat oleh kalangan ahli hukum pada prinsipnya adalah defenisi yang didasarkan pokok pembahasan mengenai hukum yang akan dibahasnya. Pengertian hukum yang umum berlaku, maka hal tersebut hanyalah suatu pengertian  a priori”, yakni sesuatu pengertian yang tidak berasal dari pengalaman, melainkan yang mendahului segala pengalaman, karena terkandung dalam undang-undang  pikiran. (Van Apeldorn, ibid,442).
         Sebagai bahan pertimbangan dibawah ini penulis akan mencoba memberikan beberapa defenisi hukum yang dibuat oleh beberapa ahli hukum, yang kiranya dapat menjadi acuan bagi kita mengenal hukum lebih  dekat, yaitu :
1.    Hukum adalah karya manusia yang berupa norma-norma berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan. (Satjipto Rahadjo,1986:20).
2.    Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk (perintah-perintah dan larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyrakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat  yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah. (E. Utrecht, 1961”12).
         Pengertian hukum sebagaimana yang dikemukakan diatas, dapatlah diambil kesimpulan bahwa elemen hukum itu sendiri terdiri dari :
a.    Peraturan atau kaedah-kaedah mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan antar manusia (masyakarat).
b.    Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c.    Peraturan itu merupakan jalinan-jalinan nilai, merupakan konsepsi abstrak tentang adil dan tidak adil serta apa yang dianggap baik dan buruk.
d.    Peraturan itu bersifat memaksa.
e.    Peraturan itu mempunyai sanksi yang tegas dan nyata.
         Hukum juga mempunyai tujuan. Apa yang menjadi tujuan hukum juga tidak ada keseragaman para ahli. Van Apeldorn mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. (Van Apeldorn,Ibid: 22). Jadi menurut Van Apeldorn tersebut hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban yang damai dalam masyarakat, bila hukum tidak menciptakan kedamaian maka hal itu bukan lagi hukum namanya. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum yaitu dengan melindungi kepentingan-kepentingan  manusia yang tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya terhadap yang merugikan.
         Hukum juga memiliki tujuan untuk memberikan keadilan. Antara keadilan dan hukum sesuatu yang sulit dipisahkan. Akan tetapi hukum dan keadilan tidaklah sama. Menurut Theo Huijbers dalam bukunya Filsafat Hukum mengungkapkan bahwa hukum itu sangat erat dengan keadilan. Sehingga sebagian besar orang berkata bahwa hukum harus digabungkan dengan keadilan supaya sungguh-sungguh berarti sebagai hukum. (Theo Huijbers,1995:64).
         Perkembangan hukum telah melahirkan pula pandangan-pandangan mengenai tujuan hukum itu sendiri. Untuk melihat tujuan hukum sangat tergantung dari ajaran yang dianut. Bila hendak melihat tujuan hukum dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu ajaran konvensional dan ajaran modern yaitu sebagai berikut :
1.    Ajaran Konvensional
a.    Ajaran Etis yang menganggap bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk mencapai keadilan.
b.    Ajaran utilistis yang menganggap bahwa tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk menciptakan kemanfaatan.
c.    Ajaran Normatif-dogmatif yang menganggap tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk menciptakan kepastian hukum.
2.    Ajaran Modern
    1. Ajaran Prioritas Baku, dalam ajaran ini tujuan hukum adalah mewujudkan tiga nilai hukum yaitu keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
    2. Ajaran Prioritas Kusuistis, dalam ajaran ini tujuan hukum tidak disamaratakan dari ketiga nilai tadi, tapi dilihat secara kasuistis, artinya bisa saja dalam suatu kasus yang dihadapi keadilan yang diutamakan, demikian kasus lainnya yaitu kemanfaatan dan yang lainnya diprioritaskan kepastian.
(Achmad Ali,2002:73)
         Hukum dan keadilan memang sesuatu yang tidak dipisahkan. Sehingga ada juga yang berpendapat bahwa tujuan dari hukum sebenarnya adalah mewujudkan keadilan. Lalu apa yang dimaksud dengan keadilan itu sendiri? Sama dengan pengertian hukum, keadilan juga sulit didefenisikan.
         Menurut Aristoteles keadilan tidak sama dengan pengertian bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama (penyamarataan). Jadi Aristoteles telah membagi keadilan dalam dua bentuk yaitu keadilan distributif dan keadilan komutatif.
         Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan jasanya. Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan, melainkan kesebandingan. Sedangkan keadilan komutatif merupakan keadilan yang didasarkan pada pembagian yang sama kepada setiap orang tanpa memandang jasa-jasa perorangan.

III.   PERANAN HUKUM DALAM MASYARAKAT
         Masyarakat itu merupakan kumpulan dari beberapa individu yang membentuk suatu kelompok sosial berdasarkan kesamaan tujuan. Adanya maasyarakat merupakan wujud dari karakter dari manusia itu yang suka hidup bermasyarakat. Hal ini didasarkan kepada kenyataan bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhannya, dan oleh karena itu ia memerlukan orang lain untuk saling membantu.
         Hubungan-hubungan individu dalam suatu kelompok masyarakat, jelas akan melahirkan gesekan-gesekan kepentingan. Sebab masing-masing individu   memiliki kepentingan   satu dengan lainnya tidak sama. Maka untuk melindungi kepentingan masing-masing individu dengan individu lainnya dan juga individu dengan masyarakat demikian pula masyarakat dengan masyarakat lainnya diperlukan suatu kaedah. Kaedah inilah yang kelak akan menjadi alat untuk membentuk tatanan dalam masyarakat tersebut sehingga terciptalah ketertiban.
         Ketertiban dalam masyarakat sangat dipengaruhi dari tananan yang hidup dalam masyarakat itu. Tatanan merupakan bagian yang mengatur kehidupan dan hubungan-hubungan yang tetap dan teratur dalam masyarakat. Tatanan dalam masyarakat itu bukan merupakan suatu konsep yang tunggal, ia terdiri dari beberapa sub-tatanan. Maka sub-tatanan itu dapat dibagi kedalam tiga bentuk yaitu kebiasaan, hukum dan kesusilaan.
         Ketiga bentuk tatanan itulah yang sering disebut kaedah. Bahwa yang dimaksud dengan tatanan kebiasaan adalah tatanan yang terdiri dari norma-norma yang dekat sekali dengan kenyataan. Apa yang biasa dilakukan orang-orang  itulah yang kemudian bisa menjelma menjadi norma kebiasaan melalui ujian keteraturan, keajegan dan kesadaran untuk menerimanya sebagai kaidah oleh masyarakat. (Sajitpo Rahadjo,2000:14).
         Tatanan hukum merupakan pergeseran dari  tatanan kebiasaan yaitu dari tatanan yang berpegangan pada kenyataan sehari-hari kepada tatanan yang mulai menjauh dari pegangan yang demikian itu. Namun dalam tatanan hukum ini proses penjauhan dan pelepasan diri itu belum berjalan secara seksama. Ciri yang menonjol hukum ”murni”, yaitu yang dibuat secara sengaja oleh suatu badan perlengkapan dalam masyarakat yang khusus ditugasi untuk menjalankan penciptaan atau pembuatan hukum itu. (Sajipto Rahardjo, 2000:15).
         Tatanan yang ketiga yaitu kesusilaan, adalah sama dengan tatanan kebiasaan, hanya saja kedudukannya terbalik. Kalau tatanan kebiasaan mutlak berpegangan pada kenyataan tingkah laku orang-orang, maka kesusilaan justru berpegangan kepada ideal yang masih harus diwujudkan dalam masyarakat. Idelah yang menjadi tolok ukur tatanan bagi menilai tingkah laku anggota masyarakat. (Satjipto Rahardjo, Ibid).
         Ketertiban yang tercipta dalam masyarakat tidak lain dikarenakan adanya tatanan tersebut. Tatanan itulah yang mengatur gesekan-gesekan antara individu sehingga tercipta suatu jalinan atau perhubungan yang teratur dan tetap. Peran hukum dalam masyarakat sangat signifikan. Tanpa ada hukum dalam suatu masyarakat, masyarakat tersebut akan mengarah kepada kehidupan yang kacau.
         Terlebih didalam kehidupan masyarakat modern dan era globalisasi ini. Hubungan-hubungan individu sudah semakin kompleks dan ruwet, sehingg diperlukan adanya perubahan tatanan-tatanan yang sudah ada. Sebab sudah lazim, bahwa tatanan yang ada disuatu daerah akan berbeda dengan tatanan yang ada didaerah lain. Hubungan yang semakin kompleks yang ditandai dengan jaringan komunikasi yang semakin luas, tidak menutup kemungkinan terjadinya perhubungan antara masyarakat Indonesia dengan Amerika, dan juga Afrika. Tentu perhubungan demikian memerlukan tatanan yang lebih bisa diterima sehingga masing-masing pihak akan merasa tidak dirugikan dalam perhubungan tersebut.
         Tatanan/kaedah hukum dalam konteks masyarakat saat ini tidak bisa dilepaskan. Perubahan-perubahan dalam tatanan hukum akan senantiasa terjadi seiring dengan perkembangan masyarakat.         

IV.  KESIMPULAN
1.    Pengertian mengenai hukum itu sendiri, dikalangan ahli hukum tidak ada keseragaman pendapat. Hal ini dapat dimaklumi, karena hukum itu sendiri sangat luas dan kompleks, sehingga tidak dimungkinkan untuk dibuat dalam suatu pengertian singkat yang mampu menginklud semua bidang-bidang hukum yang ada. Akan tetapi yang penting untuk diketahui bahwa hukum itu memiliki suatu ciri/karakter yaitu pertama suatu aturan yang mengatur hubungan-hubungan antara individu dengan yang lainnya, dan kedua kaedah itu memiliki sanksi dan bersifat memaksa.
2.    Bahwa didalam masyarakat keberadaan suatu kaedah sangat diperlukan. Bila masyarakat tanpa kaedah maka masyarakat itu akan menjadi kacau. Dalam masyarakat itu ada tiga bentuk tatanan yaitu kebiasaan, hukum dan kesusilaan. Ketiga bentuk tatanan inilah yang mengakibatkan dalam suatu masyarakat tercipta jalinan perhubungan yang teratur dan tetap.





























[1] Makalah ini disampaikan pada saat memberikan Pembekalan dan Pelatihan  Kepala Desa terpilih se Kabupaten Asahan tahun 2009.
[2] Penulis adalah Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Kisaran.